I. Latar Belakang

Sengaja ilustrasi di atas kami tampilkan dalam makalah ini sebagai penegasan bahwa seseorang harus memiliki keterampilan dan kepandaian mensiasati suatu tujuan yang ingin dicapainya agar tepat sesuai dengan yang diinginkan. Seorang guru yang merupakan salah satu komponen manusiawi di bidang kependidikan harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya sebagai tenaga profesional, salah satu peran seorang guru adalah menjadi fasilitator, guru dalam hal ini akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, guru harus menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedimikian rupa, serasi dengan perkembangan siswa, sehingga interaksi belajar-mengajar akan berlangsung secara efektif[1].
Proses belajar dewasa ini menuntut seorang guru memiliki keterampilan atau metode yang beragam agar proses belajar tersebut menyenangkan dan mampu mengembangkan kemampuan muridnya. Metode merupakan hal yang lebih penting dari materi yang akan diajarkan. Menurut DR. Ahmad Tafsir, metode adalah cara yang paling tepat dan cepat, kata “cepat dan tepat disini sering diungkapkan dengan ungkapan efektif dan efisien[2]. Di sini seorang guru harus memilih cara yang efektif dan efisien dalam mentransformasi dan mengembangkan pengetahuan muridnya dan metode dalam pembelajaran agama Islam adalah cara yang efektif dan efisien dalam mengajarkan agama Islam itu sendiri. Pengajaran yang efektif artinya pengajaran yang dapat dipahami murid secara sempurna, dalam hal ini ialah pengajaran yang berfungsi pada murid. “Berfungsi” artinya menjadi milik murid, pengajaran itu membentuk dan mempengaruhi pribadinya. Adapun pengajaran cepat adalah pengajaran yang tidak memerlukan waktu yang lama, artinya pengajaran tersebut difasilitasi alat–alat pembelajaran yang dapat mempermudah pemahaman murid terhadap materi yang diajarkan.
Agar metode yang digunakan terasa nyaman, menyenangkan di dalam proses pembelajaran dan membuat para murid selalu bersemangat untuk mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), seorang guru (PAI) haruslah memiliki dasar-dasar pertimbangan sebelum menggunakan suatu metode. Makalah ini membahas dasar-dasar pertimbangan ketika akan memilih suatu metode di dalam pembelajaran pendidikan agama Islam.
II. Pembahasan
Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan seorang guru di dalam menggunakan suatu metode pembelajaran, yaitu; tujuan, peserta didik, bahan pelajaran, fasilitas, situasi,partisipasi, guru, kebaikan dan kelemahan metode tertentu. Sama halnya dengan faktor di atas, Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar Mengatakan bahwa ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan mengaplikasikan metode pengajaran: 1). Tujuan yang hendak dicapai, 2) Kemampuan guru, 3) Anak didik, 4) Situasi dan kondisi pengajaran di mana berlangsung, 5) Fasilitas yang tersedia, 6) Waktu yang tersedia, 7). Kebaikan dan kekurangan sebuah metode[3].
1. Tujuan yang hendak di capai
Setiap orang yang mengerjakan sesuatu haruslah mengetahui dengan jelas tentang tujuan yang hendak di capainya. Demikian juga setiap pendidik atau guru yang pekerjaan pokoknya mendidik dan mengajar harus mengerti dengan jelas tentang tujuan pendidikan. pengertian akan tujuan pendidikan ini mutlak perlu sebab tujuan itulah yang menjadi sasaran dan dan menjadi pengarah daripada tindakan-tindakanya dalam menjalan fungsinya sebagai guru disamping menjadi sasaran dan menjadi pengarah, tujuan pendidikan dan pengajaran juga berfungsi sebagai pemilihan dan penentuan alat-alat (termasuk metode) yang digunakan dalam mengajar.
Menurut Abu Ahmadi mengatakan bahwa tahap-tahap tujuan pendidikan Islam meliputi:1. tujuan tertinggi, 2. tujuan umum 3. tujuan khusus, 4. tujuan sementara. Dalam tujuan pendidikan Islam, tujuan tertinggi atau terakhir ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia, dan perannya sebagai makhluk ciptaan Allah, yaitu: 1 menjadi hamba Allah (Q.S Az- Zariat: 56), 2 mengantarkan peserta didik menjadi khalifah fi al-Ardh (Q.S. 2 ; 20), 3 untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat, baik individu maupun masyarakat (Q.S Al Baqarah : 21 dan Al-Qashash : 77)[4].
Tujuan umum itu perlu dijabarkan menjadi tujuan khusus atau yang disebut Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) sebab dengan demikian guru akan mendapatkan yang jelas tentang apa yang hendak di capainya itu dan guru dapat mempersiapkan alat-alat apa yang akan di pakainya serta metode yang tepat yang akan digunakannya[5]. Ditegaskan lagi oleh Melvin L. Silberman, Guru yang menginginkan pembelajaran bidang studinya berjalan aktif, maka guru harus mengetahui kebutuhan dan harapan siswa dalam bidang studi yang akan dipelajari, sehingga dengan mengetahui tujuan siswa maka pembelajaran aktif akan terwujud[6]. Hal ini dapat guru tanyakan pada awal pembelajaran, “apa yang dibutuhkan oleh siswa pada bidang studinya?”. Dengan demikian siswa akan aktif dikarenakan kebutuhannya akan bidang studi yang dipelajarinya dipenuhi.
2. Peserta Didik.
Para peserta didik merupakan faktor yang tak kalah penting yang harus dipertimbangkan oleh guru dalam memilih metode mengajar. Ini sebab metode mengajar itu ada yang menuntut pengetahuan dan kecekatan tertentu misalnya; metode diskusi menuntut pengetahuan yang cukup banyak supaya pesarta diskusi dapat mengetahui serta menilai benar atau salahnya suatu pendapat yang dikemukakan peserta lain dan penguasaan bahasa serta keterampilan dalam mengemukakan pendapat. Menurut Basyiruddin Usman, perbedaan karakteristik siswa dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan sosial ekonomi, budaya, tingkat kecerdasan, dan watak mereka yang berlainan antara satu dengan yang lainnya, menjadi pertimbangan guru dalam memilih metode apa yang baik digunakan[7].
Semakin tinggi jenjang pendidikan peserta didik semakin sederhana metode yang kita gunakan. Sebaliknya semakin rendah jenjang pendidikan peserta didik semakin bervariasi metode yang digunakan. Untuk pendidikan dasar lebih diutamakan metode yang melibatkan psikomotorik dan afektif (seperti demonstrasi, simulasi, peragaan, kerja praktik dan sejenisnya), sedangkan pada pendidikan tinggi lebih diutamakan metode yang melibatkan aspek kognitif (diskusi, seminar, studi kasus, dll). Namun tidak menutup kemungkinan setiap metode digunakan di semua jenjang pendidikan[8].
3. Bahan Pelajaran.
Bahan pelajaran yang menuntut kegiatan penyelidikan oleh peserta didik hendaklah disajikan melalui metode unit/metode proyek. Apabila bahan pelajaran mengandung problem-problem harus disajikan melalui metode-metode pemecahan masalah. Bahan pelajaran yang berisi fakta-fakta dapat disajikan misalnya melalui metode ceramah, sedangkan bahan pelajaran yang terdiri dari latihan-latihan misalnya keterampilan–keterampilan disajika melalui metode drill, dan sebagainya.
Jenis materi pelajaran (kognitif, psikomotorik, afektif), setiap guru terlebih dahulu harus mengenali kecenderungan materi yang akan diajarkan, metode materi yang cinderung dominan pada kognitif akan berbeda dengan metode materi yang dominan pada psikomotorik dan afektif[9].
4. Fasilitas
Yang termasuk dalam faktor fasilitas ini antara lain adalah praga, ruang waktu, buku-buku, perpustakaan, kerapatan tempat dan alat-alat praktikum, fasilitas ini turut menentukan metode mangajar yang akan di pakai oleh guru. Pengaruh fasilitas dan pemilihan serta penentuan metode ini ternyata dalam situasi di mana metode Demonstrasi dan Ekperiment tidak dapat dipakai karena tidak tersedianya alat-alat dan bahan-bahan untuk mengadakan demontrasi dan eksperimen /percobaan.
Dalam proses pembelajaran, lingkungan fisik dalam kelas dapat mendukung atau menghambat kegiatan belajar aktif. Di sini guru dapat mengubah tata letak bangku dan meja agar proses pembelajaran lebih menyenangkan dan menantang, suatu tata letak bangku yang beda dari biasanya akan akan membantu siswa dalam mengingat materi yang diajarkan pada saat itu. Melvin L Silberman memberikan beberapa contoh tata-letak kursi dan meja yang dapat dilakukan oleh guru dalam proses pembelajaran aktif, seperti; bentuk U, gaya tim, meja konferensi, lingkaran, kelompok pada kelompok, ruang kerja, pengelompokan berpencarformasi tanda pangkat, ruang kelas tradisional dan auditorium[10].
Sekolah yang memiliki peralatan dan media yang lengkap, gedung yang baik, dan sumber belajar yang memadai akan memudahkan guru dalam memilih metode yang bervariasi[11].
5. Situasi
Yang termasuk dalam situasi disini ialah keadaan peserta didik (yang menyangkut kelelahan mereka, semangat mereka) keadaan cuaca, keadaan guru, keadaan kelas yang berdekatan yang diberikan pelajaran dengan metode tertentu.
Terdapat beberapa saran di dalam memperkaya situasi atau lingkungan kelas, yaitu: 1. dengan memperkaya kelas dengan warna dan 2. Dengan memberikan wangi-wangian/ aroma. Menurut Morton Walker dalm bukunya The Power of Color (1991), menegaskan bahwa setiap warna memiliki panjang gelombang, dari ultraviolet hingga inframerah (atau merah hingga biru) dapat mempengaruhi tubuh dan otak kita secara berbeda. Contoh warna biru dapat memberikan ketenangan, meningkatkan perasaan nyaman. Dan begitu juga dengan aroma, Dave Maier mengatakan wewangian benar-benar dapat berpengaruh positif pada pemrosesan mental, contohnya kayu manis dapat menambah kegembiraan dan kebaikan[12]. Banyak hal yang dapat dilakukan guru untuk menambah kenyamanan, keasyikan belajar di dalam kelas maupun di luar kelas.
6. Partisipasi
Paritsipasi adalah turut aktif dalam suatu kejadian. Apabila guru ingin agar peserta didik turut aktif sama merata dalam suatu kegiatan, guru tersebut tentunya akan menggunakan metode kerja kelompok/demikian pula apabila peserta didik di kehendaki turut berpartisipasi dalam suatu kegiatan ilmiah, misalnya mengumpulkan data yang kemudian disajikan dalam pembahasan ilmiah maka tentunya guru akan menggunakan metode unit atau metode seminar.
Dalam pembelajaran aktif partisipasi siswa sangat diperlukan ada beberapa cara untuk menyusun diskusi dan mendapatkan respon dari siswa pada saat kapan saja selama pelajaran, yaitu ; diskusi terbuka, kartu jawaban, jejak-pendapat, diskusi sub kelompok, mitra belajar, penyemangat, panel, ruang terbuka, permainan dan memanggil acara selanjutnya[13].
7. Guru
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar-mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di bidang pembangunan. Di dalam metode mengajar, guru dituntut untuk memenuhi syarat-syarat yang perlu dipenuhi misalnya tiap guru yang akan menggunakan metode tertentu ia harus mengerti tentang metode tersebut (misalnya jalannya pengajaran serta kebaikan dan kelemahannya, situasi-situasi yang tepat dimana metode itu efektif dan wajar) dan terampil menggunakan metode itu. Guru yang bahasanya kurang baik (kurang dapat berbahasa lisan dengan baik) dan tidak bersemangat dalam berbicara kurang pada tempatnya apabila mengguanakan metode ceramah. Guru yang tidak mengetahui seluk beluk tentang metode proyek, tentang metode unit, tidak akan memili metode tersebut dalam menyajikan bahan pelajaran.
Dari apa yang disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa pribadi, pengetahuan, dan kecekatan guru amat menentukan metode mengajar yang akan di gunakan. Kemampuan dasar guru amat mempengaruhi proses belajar mengajar.
8. Kebaikan dan Kelemahan
Tidak ada satu metode yang baik untuk setiap tujuan dalam setiap situasi. Setiap metode mempunyai kelemahan. Guru perlu mengetahui kapan suatu metode tepat di gunakan dan kapan harus digunakan dan kapan harus digunakan kombinasi dari metode-metode. Guru hendaknya memilih metode yang paling banyak mendatangkan hasil. Dan perlu diperhatikan, hendaknya setiap penggunaan metode, menuntut unsur kesenangan dan kegembiraan.
III. Simpulan
Dasar-dasar yang dipertimbangkan di dalam metodologi pendidikan agama Islam adalah:
- Tujuan Pembelajaran, Peserta Didik, Bahan pelajaran, Fasilitas, Situasi, partisipasi, guru, dan Kebaikan dan kelemahan metode.
IV. Daftar Pustaka
Arief, Armai., 2002, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Pers
Rakhmat, Jalaluddin., 2007, Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak, Bandung: Mizan Learning Center
Ramayulis, 2005, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia.
Robinson Situmorang, Atwi Suparman dan Rudi Susilana, 2004, Desain Pembelajaran, Jakarta : Universitas Terbuka
Sardiman, 2004, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Rajawali Press
Silberman, Melvin L., 2006, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia dan Nuansa.
Tafsir, Ahmad., 2007, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: PT Remaja Rosda Karya.
Usman, Basyiruddin., 2002, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta : Ciputat Pers
[1] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi belajarMengajar, (Jakarta: Rajawali Pres, 2004), hal. 146
[2] DR. Ahmad Tafsir, Metodelogi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2007), hal. 9.
[3] DR. Armai Arief, M.A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 109
[4] Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), hal.
[5] Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 32
[6] Melvin. L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif , (Bandung: Nusamedia dan Nuansa, 2006), hal. 45
[7] Basyiruddin Usman, op.cit. hal 32
[8] Robinson Situmorang, Atwi Suparman dan Rudi Susilana, Desain Pembelajaran, (Jakarta : Universitas Terbuka, 2004), hal. 6. 28
[9] Ibid., hal. 6. 28
[10] Melvin L. Silberman, op.cit, hal. 36-40.
[11] Basyiruddin Usman, op., cit, hal 33
[12] Jalaluddin Rakhmat, Belajar Cerdas: Belajar Berbasiskan Otak, (Bandung: Mizan Learning Center,2007), hal. 277-281
[13] Op.cit.,Melvin L. Silberman, hal. 42-44.
0 komentar:
Posting Komentar