Bantahan Syubhat di atas
Perlu diketahui bahwasanya, orang yang menyebutkan syubhat di atas telah keliru karena membebani dan memberatkan diri dengan mencari-cari hal-hal yang tidak dilakukan oleh kaum muslimin (selama yang dilakukan oleh kaum muslimin bukan perkara yang terlarang dalam syariat), yaitu dengan mengganti إن شاء الله menjadi إنشاء الله.
Kekeliruan pertama: Ia telah merubah bentuk kalimat dari Jumlah Fi’liyah (kalimat yang didahului oleh Fi’il dan terdiri dari Subjek dan Predikat) menjadi Jumlah Ismiyah (kalimat yang didahului oleh Isim), sehingga kalimat tsb belum sempurna dan masih membutuhkan kalimat lainuntuk melengkapinya yang disebut Khabar.
Kekeliruan kedua; kekeliruan ini dibangun di atas kekeliruan pertama, yaitu setelah ia merubahnya menjadi Jumlah Ismiyah, maka iapun merubah maknanya menjadi makna Mudhaaf – Mudhaaf Ilaihi (yang menunjukkan kepemilikan). Dan sepertinya, orang yang membawakan syubhat di atas belum menjelajahi samudera bahasa Arab melainkan hanya sekedar menapaki pasir-pasir yang terhampar di pesisir samudera bahasa Arab.
Sang pembawa Syubhat mengatakan (setelah menjadikan kalimat Insya Allah menjadi Mudhaf – Mudhaf Ilaihi) “Apabila kita mengartikannya, maka maknanya berubah menjadi “Penciptaan Allah”; yaitu Allah yang diciptakan” Na’udzubillah..
Apakah demikian?
Dikarenakan sang pembawa syubhat berdalil bahasa Arab, maka kita akan menjawab syubhatnya dengan dalil bahasa Arab.
Dalam bahasa Arab Mudhaf – Mudhaf Ilaihi (penyandaran kata) memiliki banyak bentuk;
1.terkadang suatu kata disandarkan kepada Maf’ulun bihi (objeknya) sebagaimana yang diinginkan pembawa syubhat)
2.dan terkadang suatu kata disandarkan kepada Fa’il (Subjeknya), dan inilah yang belum dipahami oleh sang pembawa syubhat
kami akan berikan contoh untuk kedua bentuk Mudhaf – Mudhaf Ilaihi di atas:
1.firman Allah : لَخَلْقُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ “Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi...” (Ghafir ; 57)
2.firman Allah : هَذَا خَلْقُ اللهِ “Dan inilah ciptaan Allah...” (Luqman : 11)
perhatikan! Pada ayat pertama kata خلق disandarkan kepada objeknya (yang diciptakan) sebagaimana yang dipahami oleh pembawa syubhat.
Adapun pada ayat kedua, kata خلق disandarkan kepada Subjeknya (yang menciptakan).
Kaidah:
Apabila ada sebuah kata yang diucapkan oleh kaum muslimin dan seolah-olah memiliki dua makna yang bertentangan, maka hendaknya kita membawa ucapan tersebut kepada makna yang terbaik, sebagai bentuk Husnuzhan kepada kaum muslimin.
Setelah memahami hal ini, telah jelaslah bahwasanya kita tidak perlu melirik kepada hal-hal baru yang menyelisihi apa yang dilakukan oleh kaum muslimin (selama yang dilakukan oleh kaum muslimin tidak menyelisihi syariat)
Wallahu A’lam
Depok, 1 Rabiul Akhir 1436 H
Dijawab oleh:
Mohamad Nursamsul Qamar
(Mudir KomunitasBelajar.com)
0 komentar:
Posting Komentar