Faktor Masyarakat
Dinamika yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat bisa mendorong dan mengganggu kelancaran proses studi mahasiswa dan ini erat hubungannya dengan diri mahasiswa itu sendiri, antara lain:
1. Wilayah asal sekolah
Keberadaan asal sekolah mahasiswa merupakan lingkungan tempat seseorang bersekolah sebelum melaksanakan kegiatan belajar di perguruan tinggi. Wilayah/ lingkungan asal sekolah seorang mahasiswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua tempat, yaitu desa dan kota.
Bentuk kehidupan di desa dan di kota memiliki andil dalam proses belajar seseorang. Ini ditekankan oleh Slameto bahwa masyarakat menjadi faktor yang berpengaruh terhadap belajar. Pengaruh ini terjadi karena keberadaan siswa dalam masyarakat tersebut. Kegiatan siswa dalam suatu masyarakat dapat memberikan untung terhadap perkembangan pribadinya atau sebaliknya.
Dari lingkungan asal sekolah mahasiswa yang terdiri dari desa dan kota, maka berikut perbedaan keduanya berikut masyarakat yang ada di dalamnya:
a. Masyarakat Desa
Masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang berada di desa. Sedangkan Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh jumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ciri-ciri dari masyarakat pedesaaan:
Menurut Soerjono Soekanto ciri-ciri masyarakat pedesaaan ialah sebagai berikut:
- Warga masyarakat pedesaan memiliki kekerabatan yang kuat, umumnya berasal dari satu keturunan.
- Corak kehidupan bersifat gemeinschaft, yaitu didikat oleh sistem kekeluargaan yang kuat.
- Masyarakat desa bersifat fellow to face group, artinya antara penduduk yang satu dan yang lainnya saling mengenal.
- Masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari sektor pertanian dan perkebunan.
- Sifat gotong royong masih tertanam kuat.
- Ketua kampung memegang peranan yang cukup penting dalam masyarakat.
- Masyarakat desa pada umumnya masih memegang norma agama secara kuat.
Ahli lain mengemukakan bahwa masyarakat desa bersifat fatalisme, yaitu rendahnya wawasan pikiran masyarakat desa untuk menanggapi atau merencanakan masa depan mereka.
Ditinjau dari segi pendidikan dan teknologi. Pendidikan tentu berpengaruh banyak pada tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang umumnya berpendidikan tinggi akan lebih sejahtera, sebab mereka lebih tahu bagaimana mencari jalan keluar dari masalah-masalah seputar kehidupan dengan lebih baik daripada orang-orang yang tidak berpendidikan setinggi mereka.
Di desa, pada umumnya tingkat pendidikannya hanya sampai SMA. Adapun mereka yang berasal dari desa yang telah melanjutkan pendidikannya sampai ke universitas (sarjana), kebanyakan tidak kembali ke desanya, dan tidak mengusahakan suatu pengembangan bagi desanya.
Kemudian dari segi teknologi, pada masyarakat pedesaan teknologi yang ada masih sangat tradisional. Semua pekerjaan dalam kehidupan masyarakat dilakukan dengan sarana dan prasarana apa adanya.
b. Masyarakat kota
Banyak ahli mendefinisikan masyarakat kota seperti Yadi Ruyadi dalam bukunya yang berjudul Memahami Sosiologi. Ia mendefinisikan masyarakat kota sebagai kelompok penduduk yang anggotanya sangat heterogen, terdiri dari berbagai lapisan atau tingkatan masyarakat dengan tingkatan pendidikan, status sosial ekonomi, dan daerah asal atau kampung halaman yang berbeda. Lebih jelasnya ia memberikan ciri-ciri masyarakat yang tinggal di perkotaan sebagai berikut:
- Adanya heterogenitas sosial, yaitu masyarakat yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sangat beraneka ragam.
- Sikap hidup penduduk bersifat egois dan individualistik.
- Hubungan sosial bersifat gesselschaft, artinya bahwa hubungan sosial ini tidak didasarkan pada sifat kekeluargaan atau gotong royong, tetapi lebih didasarkan pada hubungan fungsional.
- Norma-norma keagamaan tidak begitu ketat.
- Pandangan masyarakat kota lebih rasional dibandingkan masyarakat desa. Hal ini karena ilmu pengetahuan dan teknologi di daerah perkotaan lebih cepat diterima oleh masyarakat.
Kemudian secara sederhana Astim Riyanto menyimpulkan ciri-ciri masyarakat kota sebagai masyarakat yang lebih menekankan pada pikiran (rasional) daripada perasaan. Lalu masyarakat kota relatif terbuka pada perubahan dan pembaharuan, baik yang dating dari dalam maupun dari luar negeri. Oleh karena itu masyarakat kota lebih dinamis dan cepat pertumbuhan dan perkembangannya.
Ditinjau dari segi pendidikan, di kota terdapat banyak pusat pendidikan, universitas, pusat-pusat penelitian yang dapat meningkatkan pengembangan kota tersebut. Masyarakat kota pun umumnya berpendidikan tinggi (minimal SMA) dan memiliki potensi SDM yang lebih baik. Mereka dapat mengusahakan suatu bidang usaha menjadi lebih optimal hasilnya. Kemudian dari segi teknologi, pada masyarakat kota banyak dijumpai teknologi dari mulai yang rendah sampai pada teknologi yang canggih. Jenis dan jangkauan teknologinya bervariasi.
Dari perbedaan yang telah diterangkan di atas bahwa jelaslah lingkungan kehidupan di desa berbeda dengan kehidupan di kota. Slameto mengungkapkan bahwa kehidupan masyarakat di sekitar siswa berpengaruh terhadap belajarnya. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, serta akses informasi dan teknologi yang kurang memadai di lingkungan tersebut tentu menghasilkan pribadi siswa yang bebeda dengan kondisi masyarakat yang heterogen (menerima perbedaan dan perubahan) dan dimudahkan dengan akses informasi dan teknologi yang bervariasi serta lingkungan pendidikan yang memadai.
2. Pergaulan dengan lawan jenis
Pada prinsipnya tidak ada halangan bagi mahasiswa untuk berhubungan dan mengadakan pergulan dengan lawan jenis selama dalam batas normal. Pergaulan dengan lawan jenis sendiri dapat berdampak positif, seperti pemberian dukungan dan motivasi belajar sesama lawan jenis, tapi bisa juga sebaliknya. Pergaulan dapat menimbulkan berbagai masalah ketika terjadi ketidakharmonisan dalam hubungan. Bahkan, sampai terjadi pertengkaran dan permusuhan dan hal itu akan berdampak pada kemunduran belajar mahasiswa yang bersangkutan.
3. Bekerja sambil kuliah
Bekerja sambil kuliah bukanlah hal yang dilarang, selama mahasiswa yang bersangkutan dapat belajar dan mencapi hasil yang baik. Bahkan bekerja dapat mendukung proses belajarnya jika sesuai dengan tujuannya dalam proses belajar.
Bekerja sambil kuliah dapat menunjang akademik mahasiswa yang bersangkutan, jika pekerjaan yang dilakoni sesuai dengan tujuan akademiknya diperguruan tinggi. Akan tetapi tentunya tujuan dan niat mahasiswa untuk bekerja berbeda-beda. Ada mahasiswa yang bekerja dengan tujuan untuk menunjang kegiatan akademiknya, ada yang berniat untuk menambah pemasukan dan ada yang ingin meringankan beban biaya yang ditanggung oleh orang tuanya.
Tidak hanya memberikan dampak positif, seringkali bekerja sambil belajar bisa menjadi penghambat dalam belajar. Pekerjaan/tugas di dalam bekerja yang banyak akan berdampak pada kurang fokusnya mahasiswa dalam belajar serta kelelahan pun seringkali menyerang mahasiswa yang kuliah sambil belajar dan berdampak pada kemalasan dan kejenuhan.
Slameto mengungkapkan bahwa untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian dengan bahan yang dipelajarinya. Kemudian menurutnya juga, bahwa faktor kelelahan dapat mempengaruhi belajar seseorang. Seyogianya mahasiswa menghindari jangan sampai terjadi kelelahan.
4. Aktif berorganisasi
Dalam proses belajar di perguruan tinggi, terutama pada masa awal perkuliahan, mahasiswa dikenalkan dan diberikan kesempatan untuk mengikuti berbagai aktivitas/kegiatan yang dapat mengembangkan kepribadiannya, bakat serta kemampuan di berbagai bidang di luar bidang akademik. Seperti mengikuti organisasi yang ada di kampus, baik intra maupun ekstra. Kemudian kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler atau yang dikenal dengan UKM (unit kegiatan mahasiswa) yang dapat berbentuk kegiatan pada seni, olahraga, pengembangan kepribadian dan kegiatan lain yang bertujuan positif untuk kemajuan mahasiswa tersebut.
Organisasi mahasiswa adalah organisasi yang beranggotakan mahasiswa. Organisasi ini dapat berupa organisasi kemahasiswaan intra kampus, organisasi kemahasiswaan ekstra kampus, maupun semacam ikatan mahasiswa kedaerahan yang pada umumnya beranggotakan lintas-kampus.
Aktif berorganisasi dapat membantu perkembangan individu mahasiswa menjadi lebih baik, karena banyak pelajaran/hal penting yang dapat mahasiswa dapatkan jika aktif dalam berorganisasi. Akan tetapi terlalu banyak berorganisasi dan melakukan berbagai kegiatan baik di kampus atau di masyarakat terkadang memberikan keasyikan tersendiri, sehingga mahasiswa yang bersangkutan lupa akan tujuan utamanya, yaitu belajar. Kondisi ini diperparah dengan banyaknya absen kuliah dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan dosen karena berorganisasi tentu hal tersebut memperburuk prestasinya dalam belajar.
Oemar Hamalik mengungkapkan bahwa terlalu banyak berorganisasi adalah kurang baik dalam arti akan menyebabkan kelalaian dalam belajar dalam hal ini keaktifan berorganisasi menjadi penghambat bagi studi mahasiswa.
Selama mahasiswa dapat mengatur waktu dengan baik serta dapat menyeimbangkan dan mengetahui hal yang prioritas dan tidak, tentu berorganisasi dapat menjadi salah satu faktor penunjang dalam mencapai prestasi belajar.
5. Lingkungan belajar yang kurang mendukung.
Lingkungan belajar yang mendukung dan kondusif, seperti masyarakat yang baik serta kawan-kawan yang saling memotivasi dalam belajar akan berdampak pada proses belajar yang baik pula. Dan sebaliknya, lingkungan yang tidak kondusif seperti gaduh, kacau dan banyak maksiat, akan mengganggu konsentrasi belajar.
Lingkungan belajar erat kaitannya dengan kediamanan/domisili mahasiswa ketika melaksanakan proses kegiatan belajar di perguruan tinggi. Secara umum mahasiswa banyak yang memilih kost sebagai tempat kediamanannya selama belajar di perguruan tinggi, tetapi ada juga yang memilih untuk tinggal bersama kedua orang tuanya atau sanak keluarganya.
Kost sebagai tempat tinggal merupakan pilihan bagi banyak mahasiswa yang berasal dari daerah. Kost sendiri biasanya tidak terlalu jauh dari perguruan tinggi tempat mahasiswa belajar. Dan kost pun berfungsi sebagai tempat singgah dan belajar bagi seorang mahasiswa.
Ketika mahasiswa memilih untuk mengekost itu berarti mahasiswa memulai kehidupannya untuk mandiri. Di sini mahasiswa dituntut untuk memenuhi dan melaksanakan kehidupannya dengan sendiri dan tanpa bantuan orang tuanya secara fisik. Kehidupan mahasiswa yang kost penuh dengan dinamika, terutama pada awal kuliah, mahasiswa kost dituntut untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi ini dengan cara mengenal baik kondisi lingkungan di sekitarnya. Kondisi lingkungan kost hendaknya tenang dan jauh dari rangsangan-rangsangan pengganggu yang merusak konsentrasi belajar.
Kemudian mahasiswa kost dituntut untuk memenuhi kebutuhannya dengan sendiri, seperti memasak, mencuci, bersih-bersih dan merencanakan segala sesuatu seperti perencanaan keuangan, belajar serta penyediaan alat-alat belajar dan lain-lain. Kehidupan mahasiswa kost yang penuh dengan keterbatasan dan dinamika akan banyak mengganggu konsentrasi mahasiswa dalam proses belajarnya di perguruan tinggi dan berlanjut pada pencapaian prestasi yang kurang memuaskan.
Menurut Slameto Konsentrasi besar pengaruhnya terhadap belajar. Jika seseorang yang mengalami kesulitan berkonsentarasi, jelas belajarnya akan sia-sia, karena hanya membuang tenaga, waktu dan sia-sia. Seseorang yang sering mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dikarenakan keadaan lingkungan (bising, semerawut, cuaca buruk dan lain-lain), pikiran kacau dengan banyak urusan dan masalah-masalah.
Berbeda halnya dengan kehidupan mahasiswa yang memilih tinggal bersama kedua orang tuanya dan sanak keluargannya. Mahasiswa yang dalam hal ini tinggal bersama dengan orang tuanya akan lebih ringan kehidupannya, karena mahasiswa yang bersangkutan tidak harus mengurusi hal-hal seperti mencuci, memasak dan bersih-bersih, dalam artian mahasiswa mendapatkan dukungan keluarga secara fisik, sehingga yang bersangkutan lebih dapat konsentrasi dengan belajarnya. Kemudian mahasiswa yang tinggal bersama orang tua tidak perlu khawatir jika membutuhkan biaya-biaya tak terduga dalam kegiatan belajarnya di perguruan tinggi.