KATA-KATA KERJA OPERASIONAL | |||||
RANAH KOGNITIF | |||||
Pengetahuan | Pemahaman | Penerapan | Analisa | Sintesa | Evaluasi |
Mengidentifikasikan | Menjelaskan | Mendemonstrasikan | Memisahkan | Mengkategorikan | Memperbandingkan |
Menyebutkan | Menguraikan | Menghitung | Menerima | Mengkombinasikan | Menyimpulkan |
Menunjukkan | Merumuskan | Menghubungkan | Menyisihkan | Mengarang | Mengkritik |
Memberi nama pada | Merangkum | Memperhitungkan | Menghubungkan | Menciptakan | Mengevaluir |
Menyusun daftar | Mengubah | Membuktikan | Memilih | Mendesain | Memberikan argumentasi |
Menggarisbawahi | Memberikan contoh tentang | Menghasilkan | Membandingkan | Mengatur | Menafsirkan |
Menjodohkan | Menyadur | Menunjukkan | Mempertentangkan | Menyusun kembali | Membahas |
Memilih | Meramalkan | Melengkapi | Membagi | Merangkaikan | Menyimpulkan |
Memberikan definisi | Menyimpulkan | Menyediakan | Membuat diagram/skema | Menghubungkan | Memilih antara |
Menyatakan | Memperkirakan | Menyesuaikan | Menunjukkan hubungan antara | Menyimpulkan | Menguraikan |
Menerangkan | Menemukan | Membagi | Merancangkan | Membedakan | |
Membuat pola | Melukiskan | ||||
Menggantikan | Mendukung | ||||
Menarik kesimpulan | Menyokong | ||||
Meringkas | Menolak | ||||
Mengembangkan | |||||
Membuktikan | |||||
1 | |||||
RANAH AFEKTIF | |||||
Penerimaan | Partisipasi | Penilaiaan /Penentuan Sikap | Organisasi | Pembentukan pola | |
Menanyakan | Melaksanakan | Menunjukkan | Merumuskan | Bertindak | |
Memilih | Membantu | Melaksanakan | Berpegang pada | Menyatakan | |
Mengikuti | Menawarkan diri | Menyatakan pendapat | Mengintegrasikan | Memperlihatkan | |
Menjawab | Menyambut | Mengikuti | Menghubungkan | Mempraktekkan | |
Melanjutkan | Menolong | Mengambil prakarsa | Mengaitkan | Melayani | |
Memberi | Mendatangi | Memilih | Menyusun | Mengundurkan diri | |
Menyatakan | Melaporkan | Ikut Serta | Mengubah | Membuktikan | |
Menempatkan | Menyumbangkan | Menggabungkan diri | Melengkapi | Menunjukkan | |
Menyesuaikan diri | Mengundang | Menyempurnakan | Bertahan | ||
Berlatih | Mengusulkan | Menyesuaikan | Mempertimbangkan | ||
Menampilkan | Membela | Menyamakan | Mempersoalkan | ||
Membawakan | Menuntun | Mengatur | |||
Mendiskusikan | Membenarkan | Memperbandingkan | |||
Menyelesaikan | Menolak | Mempertahankan | |||
Menyatakan persetujuan | Mengajak | Memodifikasikan | |||
Mempraktekkan | |||||
2 | |||||
RANAH PSIKOMOTORIK | |||||
Persepsi | Kesiapan | Gerakan terbimbing | Gerakan terbiasa | Gerakan Kompleks | Penyesuaian Pola Gerakan |
Memilih | Memulai | Mempraktekkan | Mengoperasikan | Mengoperasikan | Mengubah |
Membedakan | Mengawali | Memainkan | Membangun | Membangun | Mengadaptasikan |
Mempersiapkan | Bereaksi | Mengikuti | Memasang | Memasang | Mengatur kembali |
Menyisihkan | Mempersiapkan | Mengerjakan | Membongkar | Membongkar | Membuat variasi |
Menunjukkan | Memprakarsai | Membuat | Memperbaiki | Memperbaiki | |
Mengidentifikasikan | Menanggapi | Mencoba | Melaksanakan | Melaksanakan | |
Menghubungkan | Mempertunjukkan | Memperlihatkan | Mengerjakan | Mengerjakan | |
Memasang | Menyusun | Menyusun | |||
Membongkar | Menggunakan | Menggunakan | |||
Mengatur | Mengatur | ||||
Mendemonstrasikan | Mendemonstrasikan | ||||
Memainkan | Memainkan | ||||
Menangani | Menangani | ||||
Kreativitas | |||||
Merancang | |||||
Menyusun | |||||
Menciptakan | |||||
Mendesain | |||||
Mengkombinasikan | |||||
Mengatur | |||||
Merencanakan | |||||
3 |
Jumat, 17 April 2009
kata-kata kerja operasional
Rabu, 15 April 2009
Tantangan Lembaga Pendidikan Islam
TANTANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM
I. Pendahuluan
Di dalam setiap masa perkembangan yang menginginkan kebaikan, kesuksesan dan kemajuan tentu tak lepas dari hal atau objek yang disebut dengan tantangan. Sudah lumrah adanya tantangan di dalam kehidupan ini, hanya saja tergantung setiap individu bagaimana menyikapi tantangan yang dihadapi. Mereka yang pasif dan pesimis akan terus berkeluh-kesah lalu mundur dengan teratur ketika melihat tantangan. Sebaliknya mereka yang optimis akan melihat tantangan sebagai kesempatan emas, karena mereka yakin setiap tantangan yang dapat dilalui akan berdampak pada kemajuan bagi diri mereka. Menurut Kamus Bahasa
Arus globalisasi yang begitu pesat serta didukung teknologi canggih yang cepat. Berdampak pada perkembangan masyarakat di dunia sekarang ini. Umat manusia yang belum tersadarkan hal ini akan tertinggal lalu terinjak. Era ini adalah era persaingan, penguasaan dan pendayagunaan arus informasi dan teknologi secara terus menerus. Kondisi ini akan mempengaruhi segala bidang, terutama pendidikan, yang pada gilirannya akan menjadi tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan khususnya Lembaga–lembaga Pendidikan Islam. Oleh karena itu, makalah sederhana ini akan mengungkapkan beberapa tantangan-tantangan secara umum dihadapi oleh lembaga-lembaga pendidikan Islam. Apa saja tantangan itu? lalu bagaimana cara lembaga pendidikan Islam menyikapi tantangan tersebut?. Dengan tidak mengurangi esensi isi/pembahasan di dalam makalah ini. Kami batasi pembahasannya sebatas tantangan-tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan formal/sekolah Islam saja.
II. Pembahasan
- Lembaga Pendidikan Islam
Kata “lembaga” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah badan (organisasi) yang tujuannya melakukan suatu penyelidikan keilmuan atau melakukan usaha.[2] Selanjutnya menurut Dra. Enung Rukiati dan Dra. Fenti Hikmawati dalam bukunya yang berjudul Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, mengungkapkan bahwa lembaga adalah wadah atau tempat berlangsungnya proses pendidikan Islam yang bersamaan dengan proses pembudayaan.[3] Sedangkan pendidikan Islam menurut pendapat Omar Muhammad al-Taumy yang dikutip dalam buku Kapita Selekta Pendidikan Islam, karangan Drs. Akmal Hawi. Mag menyatakan pendidikan Islam sebagai proses mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan alam sekitarnya melalui interaksi yang dilakukan oleh individu tersebut.[4] Lalu Drs Akmal Hawi secara khusus berpendapat mengenai hal ini di dalam bukunya Dasar-dasar Pendidikan Islam menyatakan bahwa Pendidikan Islam ialah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk membuat anak menjadi pengabdi Allah.[5] Senada dengan pendapat para ahli di atas, H.M. Arifin menegaskan bahwa pendidikan Islam berarti sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrowi.[6]
Dari keterangan para ahli tersebut, dapat kami simpulkan bahwa lembaga pendidikan Islam ialah suatu wadah atau badan yang berusaha membentuk anak menjadi pengabdi Allah dan memberikan kemampuan kepadanya untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam.
Secara Umum lembaga pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ki Hajar Dewantara menganggap ketiga lembaga pendidikan tersebut sebagai Tri Pusat Pendidikan. Maksudnya, tiga pusat pendidikan yang secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya.[7]
- Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga atau yang dikenal dalam dunia akademisi ialah pendidikan informal merupakan lingkungan pendidikan yang pertama bagi kehidupan anak di dalam mendapatkan didikan dan bimbingan. Drs. Akmal Hawi berpendapat bahwa keluarga merupakan tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya.[8] Lalu Hasbullah mengutip pendapat Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya Dasar-dasar Pendidikan mengenai tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat dan tabiat anak sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarganya yang lain.[9] Dalam hal ini sepertinya para ahli berpendapat bahwa pendidikan informal/keluarga merupakan peletak dasar awal pendidikan yang secara tidak langsung dirasakan si anak.
- Pendidikan Sekolah
Pendidikan sekolah merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Di samping itu, merupakan jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak.
Menurut Hasbullah, yang dimaksud pendidikan sekolah ini ialah pendidikan yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari
- Pendidikan Masyarakat
Masyarakat adalah lingkungan ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan masyarakat telah mulai ketika anak-anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar pendidikan sekolah. Dengan demikian, berarti pengaruh pendidikan tersebut tampaknya lebih luas. Hasbullah menjelaskan bahwa Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyarakat banyak sekali, yang meliputi dari segala bidang, baik pembentukan kebiasaan-kebiasaan, pembentukan pengertian-pengertian (pengetahuan), sikap dan minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.[12]
Banyak Rupa dari pendidikan masyarakat, antara lain Drs. Akmal Hawi memberikan contoh, seperti pengajian-pengajian berupa membaca tulis al-Qur’an dan ceramah agama serta majelis-majelis taklim.[13]
- Tantangan Lembaga Pendidikan Islam
Sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa pembahasan ini hanya terbatas pada pendidikan formal saja. Karena kita lihat kompleksnya pembahasan dari setiap bentuk-bentuk pendidikan yang ada dan tantangan-tantangan yang berbeda dihadapi oleh setiap bentuk pendidikan.
Lembaga pendidikan formal terdiri dari pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi. Namun demikian, tantangan yang akan dibahas merupakan tantangan umum yang dihadapi oleh setiap pendidikan formal tersebut.
Tantangan lembaga pendidikan ini dilukiskan oleh Cece Wijaya yang dikutip oleh Drs Akmal Hawi dalam bukunya Kapita Selekta Pendidikan Islam, sebagai perubahan masyarakat dibidang sosial, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang berpengaruh terhadap sistem pendidikan yang sedang berjalan.[14] pengaruh tersebut menuntut lembaga pendidikan untuk mampu menyesuaikan dengan upaya pembaharuan pendidikan dan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. berikut ini akan dijelaskan bentuk-bentuk tantangan tersebut:
1. Tantangan di Bidang Politik
Lembaga pendidikan yang ada diwilayah suatu negara merupakan sektor perkembangan kehidupan budaya bangsa yang commited (terikat) dengan tujuan perjuangan nasional yang berlandaskan pada falsafah negaranya. oleh karena itu, maka suatu lembaga pendidikan yang tidak bersedia mengikuti politik negaranya, akan merasakan bahwa politik tersebut menjadi pressure (tekanan) terhadap cita kelembagaan tersebut. Sudah tentu hal ini merupakan tantangan yang perlu dijawab “politic fundamental” pula. karena hal tersebut menyangkut kepentingan perkembangan bangsa dimasa depan dan maknanya bagi pemeliharaan watak dan keperibadian, kreatifitas dan disiplin bangsa itu sendiri.
Jadi lembaga pendidikan islam harus menghadapi tantangan ini dengan objektif, artinya lembaga pendidikan islam mau tak mau harus mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah didalam undang-undang sistem pendidikan nasioanal (UU Sisdiknas) demi mencapai tujuan perjuangan nasional bangsa. yaitu dengan cara terlibat aktif dalam perumusan keputusan yang berhubungan dengan kepentingan kependidikan, misalnya dalam perumusan UU sisdiknas tersebut.[15]
Selain itu, Perubahan sosial politik ikut memberi warna pendidikan Islam. Label sebagai institusi pendidikan Islam ikut mempengaruhi persepsi publik terhadap posisi lembaga pendidikan Islam dalam konteks perubahan sosial politik. Ironisnya, lembaga pendidikan Islam kerap dijadikan “kendaraan” oleh para petualang politik mencari dukungan. Setelah dukungan suara didapatkan, kenyataannya lembaga pendidikan Islam tadi tetap tidak banyak berubah. Realitas seperti ini dikhawatirkan memandulkan gerak pendidikan agama Islam.[16]
2. Tantangan di Bidang Kebudayaan
Menurut Drs. Akmal Hawi kebudayaan yaitu suatu hasil budaya manusia baik bersifat material maupun mental spiritual dari bangsa itu sendiri atau bangsa lain. kondisi demikian menyebabkan timbulnya proses akulturasi (perpaduan atau yang lain), dimana faktor nilai yang mendasari kebudayaan sendiri sangat menentukan survive (daya tahan) bangsa tersebut. Bilamana nilai-nilai kultural bangsa itu melemah karena berbagai sebab, maka bangsa itu akan mudah terperangkap atau tertelan oleh kebudayaan lain yang memasukinya, sehingga identitas kebudayaan bangsa itu sendiri akan lenyap.[17]
Kebudayaan yang baik tentu tidak menjadi masalah, bahkan menjadikan bangsa ini kaya akan budaya serta menambah kreativitas lembaga-lembaga pendidikan. Tantangan yang dihadapi lembaga pendidikan Islam ialah kebudayaan yang membawa dampak buruk (merusak cita-cita dan nilai-nilai Islam), seperti budaya yang menekankan pada materialistik dan hedonistik. Contoh kecil ialah trend seks bebas yang berkembang sekarang ini.
3. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Teknologi modern telah memungkinkan terciptanya komunikasi bebas lintas benua, lintas negara, menerobos berbagai pelosok perkampungan di pedesaan dan menyelusup di gang-gang sempit di perkotaan, melalui media audio (radio) dan audio visual (televisi, internet, dan lain-lain). Fenomena modern yang terjadi di awal milenium ketiga ini popular dengan sebutan globalisasi.[18]
Menurut pendapat Arifin yang dikutip oleh Drs Akmal Hawi bahwa kehadiran alat-alat canggih tersebut akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Alat-alat canggih ini akan membawa tantangan bagi pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia. Dan umumnya alat-alat teknologi ini diciptakan untuk mempermudah manusia bekerja dan berbuat serta dapat memberikan rasa senang kepada pemakaiannya.[19]
Kecepatan dunia yang berubah menuntut dan mensyaratkan kemampuan belajar yang cepat, sehingga mampu menganalisa setiap situasi secara logis dan memecahkan masalah secara kreatif. Kemajuan dibidang teknologi ini pada akhirnya akan berpengaruh pada kejiwaan dan kepribadian masyarakat. Pada era informasi ini yang sanggup bertahan hanyalah mereka yang berorientasi ke depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan. Oleh karena itulah dunia pendidikan Islam di masa sekarang benar-benar dihadapkan pada tantangan yang cukup berat. Untuk mengantisipasinya maka dilakukan upaya yang strategis, antara lain; tujuan pendidikan di masa sekarang tidak cukup hanya dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan, dan ketakwaan saja. Tetap juga harus diarahkan pada upaya melahirkan manusia yang kreatif, inovatif, mandiri dan produktif, mengingat dunia yang akan datang adalah dunia kompetitif.[20]
4. Tantangan di Bidang Ekonomi
Kehidupan ekonomi suatu bangsa banyak mempengaruhi pertumbuhan lembaga pendidikan. Bahkan juga mempengaruhi sistem pendidikan yang diberlakukan serta kelembagaan kependidikan yang bagaimana dapat menunjang ataupun mengembangkan sistem ekonomi yang diinginkan. Bila dilihat dari sektor ini, maka problem-problem kehidupan ekonomi perlu dijawab oleh lembaga-lembaga pendidikan. Apabila dilihat bahwa hasil pendidikan adalah sama prosesnya dengan hasil produksinya tenaga ahli. Maka ukuran ekonomi bagi suatu lembaga pendidikan yang demikian itu adalah suatu hal yang terlalu alistis dan pragmatis. Namun bidang inilah yang saat ini banyak memberikan tantangan kepada lembaga pendidikan kita. Jawaban yang diberikan oleh lembaga kependidikan antara lain tercermin dalam sistem kependidikan serta kurikulum atau program kependidikan yang ditetapkan.[21]
5. Tantangan di Bidang Kemasyarakatan
Kemasyarakatan merupakan suatu lapangan hidup manusia yang mengandung ide-ide yang sangat laten terhadap pengaruh kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebagai sistem kehidupan, kemasyarakatan tidak statis, melainkan cinderung berkembang secara dinamis.
Pada era ini kekuatan ekonomi seseorang terletak pada kepemilikannya terhadap informasi. Seseorang yang memiliki informasi akan lebih memiliki peluang daripada yang tidak tahu informasi. Dalam era informasi ini tentu ada dampak yang ditimbulkan baik positif atau pun yang negatif. Dampak positif dari era informasi ini ialah dapat mempermudah semua kegiatan manusia, sedangkan dampak negatifnya adalah melemahnya fungsi daya mental-spritual jiwa yang sedang tumbuh dan berkembang, seperti kecerdasan, pikiran ingatan, kemauan dan perasaan emosi.
Menjawab tantangan ini, Drs. Akmal Hawi mengungkapkan bahwa tugas lembaga pendidikan Islam sebagai pemberi arah yang jelas terhadap perubahan yang ada di masyarakat, karena perubahan yang terjadi dalam sistem kehidupan sosial seringkali mengalami ketidakpastian tujuan.[22]
6. Tantangan di Bidang Sistem Nilai
Sistem nilai adalah tumpuan norma-norma yang dipegangi oleh manusia sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial, baik itu berupa norma transional maupun norma agama yang telah berkembang dalam masyarakat. Sistem nilai juga dijadikan tolak ukur bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat yang mengandung potensi mengendalikan, mengatur dan mengarahkan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Posisi lembaga pendidikan kita saat ini sedang berada dalam arena konflik nilai-nilai yang membawa kepada transisi nilai kehidupan. Nilai spritual maupun moral-etik, yang amat sensitif terhadap sentuhan-sentuhan nilai hedonistik materiil dari kemajuan iptek. Sekolah dalam posisi ini, perlu bersikap dalam melaksanakan tugas pokoknya, yaitu membudayakan umat manusia dengan nilai-nilai ideal. Sehingga mampu menjadi pondasi moral dan spritual bagi tegaknya masyarakat yang adil dan makmur. Inilah misi lembaga pendidikan kita (Islam) dalam menghadapi tantangan modernisasi yang harus berperan interaktif antara pengaruh kekuatan ideal dari dalam dengan pengaruh realistis dan pragmatis dari luar. Peran demikian baru berfungsi dengan baik jika para pengelola lembaga pendidikan itu sadar terhadap tugasnya.[23] Haidar Putra Daulay menambahkan bahwa lembaga pendidikan Islam yang ideal adalah lembaga pendidikan yang dapat merealisasi konsep kurikulum pendidikan Islam seutuhnya.[24]
- Sikap Lembaga Pendidikan Islam dalam Menghadapi Tantangan.
1. Sikap Tak Acuh terhadap Tantangan Perubahan Sosial
Sikap tak acuh terhadap tantangan perlu ditanamkan pada setiap lembaga. Pendirian lembaga pendidikan Islam yang bersikap acuh/pesimis terhadap tantangan dan perubahan sosial yang ada di masyarakat, sehingga tidak menguntungkan bagi dunia kependidikan.
2. Sikap yang Mengakui Adanya Perubahan Sosial akan tetapi Menyerahkan Pemecahannya kepada Orang lain.
Sikap demikian bersifat moderat dengan latar belakang pandangan bahwa segala perubahan yang ada itu bukan untuk dijawab oleh lembaga kependidikan, juga tidak perlu membuat argumentasi tentang realitas perubahan itu cukuplah orang atau lembaga lain yang menanganinya.
3. Sikap yang Mengindentifikasikan Perubahan dan Berpartisipasi dalam perubahan itu.
Sikap demikian lebih positif, yaitu merasa bahwa fungsi pendidikan adalah commited dengan kehidupan masyarakat yang sedang berlangsung di dalam realitas kehidupan masyarakat kita, oleh karena itu lembaga pendidikan bertugas untuk mengenalkannya kepada anak didiknya agar mengenal realitas yang ada dan membuatnya mampu menghayati perubahan-perubahan bagaimana watak dan ciri-cirinya serta mengenal akan metode yang baik untuk menanganinya. Dengan demikian, anak didik akan menyadari bahwa segala perubahan itu ada kaitannya dengan ilmu pengetahuan yang diperoleh di dalam sekolah karena kebenaran sesuatu ilmu itu adalah bila sesuai dengan kebenaran yang ada di masyarakat.
4. Sikap yang Lebih Aktif yaitu Melibatkan Diri dalam Perubahan Sosial dan Menjadikan Dirinya sebagai Pusat Perubahan Sosial.
Sikap demikian lebih militan dan progresif dari sikap yang ketiga, karena ia berpendirian bahwa lembaga pendidikan hanya bertanggung jawab terhadap perubahan sosial tersebut. Suatu perubahan adalah bagian dari masyarakat. Oleh karena itu, ia harus terlibat dalam perubahan itu. Perubahan yang terjadi itu dipandang sebagai sesuatu hal yang lebih penting daripada yang harus dipikirkan. lembaga pendidikan tidak hanya bergerak sepanjang waktu, melainkan juga perlu menyesuaikan mekanisme sosial dengan tuntutan masyarakat teknologis dan organisasinya.[25]
5. Sikap Selektif dalam Menerima atau Menolak Kebudayaan Asing.
Sikap selektif dalam menerima atau menolak kebudayaan asing perlu dilandasi dengan penganalisian mendalam yang bersumberkan dari pandangan hidupnya sendiri baik sebagai institusi maupun sebagai bangsa. sikap selektif pada hakikatnya bukanlah sikap-sikap menyera atau sikap netral, melainkan sikap kreatif yang hati-hati berdasarkan atas pertimbangan untung rugi bagi perkembangannya lebih lanjut. oleh karena itu memerlukan pengetahuan yang mendalam dan wawasan yang menjangkau kemasa depan bagi eksisntensi hidupnya.[26]
III. Simpulan
Dari pembahasan makalah ini dapat kami simpulkan bahwa terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam yang terdiri dari berbagai bidang, antara lain:Bidang politik, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, kemasyarakatan dan sistem nilai. Dari berbagai tantangan tersebut, hal yang terbaik bagi setiap lembaga pendidikan Islam dalam menyikapinya, yaitu sikap optimis, tak acuh, selektif dan objektif serta ikut berpartisipasi di dalam menjawab tantangan dan perubahan yang ada di masyarakat dan lingkungan pendidikan.
IV. Daftar Pustaka
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner,
Arifin, Muzayyin., Kapita Selekta Pendidikan Islam,
Daryanto, Kamus Bahasa
Daulay, Haidar Putra., Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,
Hawi, Akmal., Dasar-dasar Pendidikan Islam,
-----------------, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
Http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=A3614_0_3_0_M
Syuhud, A. Fatih., Tantangan Pendidikan Islam di Era Globalisasi, (Jurnal visi: www. Sidogiri.com)
[1] Daryanto S.S, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, 1997), hal. 578.
[2] Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka: Edisi Ketiga), hal 655.
[3] Enung K Rukiati dan Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (
[4]Akmal Hawi, Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, (
[5] Akmal Hawi, Dasar-dasar Pendidikan Islam, (
[6] Arifin, Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, (
[7]Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (
[8] Akmal Hawi, op.cit., hal 2.
[9] Hasbullah, op.cit., hal. 38.
[10] Hasbullah, op.cit., hal. 46.
[11] Akmal Hawi, op.cit., hal. 5.
[12] Hasbullah, op.cit., hal. 56.
[13] Akmal Hawi, op.cit., hal. 3.
[14] Akmal Hawi, op.cit., hal. 5.
[15] Ibid., hal 6.
[17] Akmal Hawi, op.cit., hal. 6.
[18] A. Fatih Syuhud, Tantangan Pendidikan Islam di Era Globalisasi, (Jurnal visi: www. Sidogiri.com)
[19] Akmal Hawi, op.cit., hal. 8.
[20] Ibid
[21] Ibid., hal. 9-10.
[22] Ibid., hal. 10-11.
[23] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (
[24]Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia, (
[25] Akmal hawi, op.cit., hal. 12-14.
[26] Akmal hawi, op.cit., hal. 7.